SUMBER HUKUM WARIS ISLAM DI DALAM AL – QUR’AN DAN AL - HADIST SERTA PEMBAGIAN WARIS BAGI DZAWUL FURUDH



Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya kehidupan manusia. Karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya yang disebut meninggal dunia. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang akibatnya keluarga dekatnya kehilangan seseorang yang mungkin sangat dicintainya sekaligus pula dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana caranya kelanjutan pengurusan hak-hak kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu. Oleh karena itu munculah hukum kewarisan.

Salah satu hukum kewarisan yang dipakai di Negara Indonesia adalah hukum kewarisan Islam, yaitu hukum waris yang berdasarkan hukum Islam. Hukum Waris Islam atau Hukum Kewarisan Islam yang berlaku di Negara Indonesia pada dasarnya adalah bersumber dari Al – Qur’an dan Al - Hadist. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai sumber – sumber Hukum Waris Islam atau Hukum Kewarisan Islam yang ada di dalam Al – Qur’an dan Al – Hadist serta membahas juga mengenai siapa saja yang termasuk ahli waris dalam Dzawul Furudh dan berapakah bagian bagi para ahli waris.

A.    SUMBER HUKUM WARIS ISLAM DI DALAM AL – QUR’AN DAN AL – HADIST

1.      Sumber Hukum Waris Islam yang berasal dari Al – Qur’an, diantaranya dari ayat – ayat berikut ini:

·         Al – Qur’an Surat An – Nisa Ayat 7, yang artinya: 

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

·         Al – Qur’an Surat An – Nisa ayat 11-12, yang artinya:

Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (11) 

Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau [dan] sesudah dibayar hutangnya.  

Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris . Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”. (12)

·         Al – Qur’an Surat An – Nisa ayat 176, yang artinya:

Mereka meminta fatwa kepadamu [tentang kalalah]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah [yaitu]: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka [ahli waris itu terdiri dari] saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 

2.      Sumber Hukum Waris yang berasal dari Al – Hadist yaitu:

·         Hadist yang artinya “Allah telah menurunkan hukum waris bagi saudara-saudaramu yang perempuan itu dan alloh telah menerangkan bahwa mereka mendapat bagian dua pertiga dari hartamu” 

·         Hadist yang artinya “bagi yang membunuh tidak mendapatkan hak waris atau bagian harta warisan”(HR.An nasai)

·         Hadist yang artinya “seorang muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan dari seorang kafir,dan sebaliknya seorang kafir tidak berhak mandapat bagian harta warisan dari seorang muslim” (HR.jamaah ahlu hadist)  

·         Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim). 

Kesimpulan atau intisari hadits ini: Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).

·         Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA)
datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya.Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya ambil untukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kesimpulan atau intisari hadits ini: Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.

·         Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini: Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan).            

·         Mughirah bin Syu'bah RA berkata: "Saya pernah menghadiri majelis Nabi SAW yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam." Abu Bakar RA berkata: "Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?" Muhammad bin Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah RA. Maka akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek itu." (HR Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Kesimpulan atau intisari hadits ini:Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada ibu.

Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang dapat dijadikan sebagai pelengkap sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an.

B.    Pengertian Dzawul furudh dalam Hukum Kewarisan Islam dan bagian  harta warisan  bagi para ahli waris Dzawul furudh.

Hukum Kewarisan Islam mengenal adanya Kedudukan ahli waris, yang hal ini penting untuk dimengerti karena berkaitan dengan urutan pembagian waris atau prioritas pembagian harta waris. Salah satu kedudukan ahli waris adalah sebagai Dzawul furudh. Dzawul Furudh artinya kedudukan ahli waris yang memperoleh bagian tertentu dalam pembagian harta warisan. Bagian tertentu tersebut terdiri dari; ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3. 

Yang termasuk ahli waris ini adalah suami, istri, ayah, ibu, anak perempuan, cucu perempuan pancar laki – laki, saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara laki – laki dan perempuan seibu, kakek, dan nenek.

Adapun bagian harta warisan yang diperoleh oleh 11 ahli waris diatas adalah:

1. Suami=
·           Mendapatkan ½ apabila isterinya yang meninggal tidak mempunyai anak.
·           Mendapatkan ¼ apabila mempunyai anak. 

2. Isteri =
·       Mendapatkan ¼ apabila suaminya yang meninggal tidak mempunyai anak.
·       Mendapatkan 1/8 apabila suaminya yang meninggal mempunyai anak. 

3. Ayah =
·           Mendapatkan 1/6 apabila menjadi ahli waris bersama dengan anak atau cucu dari anak- laki-laki.
·           Menjadi ashabah apabila tidak ada anak atau cucu.
·        Mendapatkan 1/6 dan ashabah apabila bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.  

4. Ibu =
·           Mendapatkan 1/6 apabila ada anak atau cucu atau lebih dari seorang saudara.
·           Mendapatkan 1/3 apabila tidak ada anak, cucu atau lebih dari seorang saudara.

5. Anak Perempuan =
·           Mendapatkan ½ apabila sendirian tidak ada anak laki-laki.
·           Mendapatkan 2/3 apabila jumlahnya dua/lebih dan tidak ada anak laki-laki.
·        Menjadi ashabah apabila bersama anak laki-laki dengan bagian seorang anak  laki-laki sama dengan dua anak perempuan.

6. Cucu Perempuan pancar laki-laki =
·           Berkedudukan seperti anak perempuan, apabila ada dua anak perempuan, maka     cucu perempuan tidak dapat, kecuali ditarik cucu laki-laki dari anak laki-laki.
·           Cucu perempuan dapat ½ apabila sendirian, tidak ada anak dan tidak ada cucu laki-laki.
·           Mendapatkan 2/3 apabila dua orang atau lebih, tidak ada anak dan tidak ada cucu laki-laki.
·                Mendapatkan 1/6 apabila bersama seorang anak perempuan.
·           Menjadi ashabah apabila ada cucu laki-laki dengan bagian seorang cucu laki-laki sama dengan dua cucu perempuan.
·           Tidak mendapatkan harta warisan apabila ada anak laki-laki dan dua atau lebih anak perempuan.

7. Saudara perempuan kandung =
·           Mendapatkan ½ apabila sendirian, tidak ada anak, cucu pancar anak laki-laki, ayah, dan tidak ada yang menariknya menjadi ashabah (saudara laki-laki  kandung).
·           Mendapatkan 2/3 apabila jumlahnya dua atau lebih, tidak ada anak, cucu pancar anak laki-laki, ayah, dan tidak ada yang menariknya menjadi ashabah (saudara  laki-laki kandung).
·           Menjadi ashabah apabila ada saudara laki-laki. Tidak mendapatkan harta warisan apabila ada ayah, anak laki-laki atau cucu pancar anak laki-laki.  

8. Saudara perempuan seayah =
·           Mendapatkan ½ apabila sendirian, tidak ada anak, ayah, cucu pancar anak laki-laki, saudara kandung, dan tidak ada yang menariknya menjadi ashabah (anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki).
·           Mendapatkan 2/3 apabila jumlahnya dua atau lebih, tidak ada anak, cucu pancar anak laki-laki, ayah, saudara kandung, dan tidak ada yang menariknya menjadi ashabah (anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki).
·           Menjadi ashabah apabila ada bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
·           Tidak mendapatkan harta warisan apabila ada ayah, anak laki-laki atau cucu pancar anak laki-laki.
·           Tidak mendapatkan harta warisan apabila ada ayah, anak laki-laki atau cucu pancar anak laki-laki, saudara perempuan kandung. 

9. Saudara laki-laki dan perempuan seibu =
·           Mendapatkan 1/6 apabila sendirian, tidak ada ayah, kakek, anak atau cucu dari anak laki-laki.
·           Mendapatkan 2/3 apabila dua orang atau lebih, tidak ada ayah, kakek, anak atau cucu dari anak laki-laki.
·           Tidak mendapatkan harta warisan apabila ada ayah, anak dan cucu pancar anak laki-laki.

10. Kakek =
·           Menerima warisan bila tidak ada ayah.
·           Mendapatkan 1/6 bila bersama anak atau cucu.
·      Menjadi ashabah bila tidak ada anak, cucu dan ayah, 1/3 apabila bersama saudara sekandung/seayah. 

11. Nenek =
·           Mendapatkan 1/6 apabila tidak ada ibu.
·           Apabila ada ibu maka nenek tidak mendapatkan harta warisan.

Sekianlah penjelasan tentang pembagian harta warisan kepada ahli waris Dzawul Furudh dalam Hukum Kewarisan Islam.

8 komentar:

  1. Bila isteri meninggal dunia sedang dia meninggalkan ( harta bersama dengan suaminya) apakah suami juga mendapat 1/4 dari seluruh harta bersama tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
      BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

      Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

      Hapus
  2. Mohon dijelaskan tentang harta bersama ini

    BalasHapus
  3. suami dapat 1/4 bila mempunyai anak/cucu, kalau si mati tidak ada anak/cucu maka suami mendapat 1/2

    BalasHapus
  4. Jika orang tua meninggal mempunyai 1 anak lak laki dan 1 anak perempuan apakan pembagian waris 2:1? Bagaimanakah contoh penghitunganya?

    BalasHapus
  5. Jika orang tua meninggal mempunyai 1 anak lak laki dan 1 anak perempuan apakan pembagian waris 2:1? Bagaimanakah contoh penghitunganya?

    BalasHapus
  6. Askum. Maaf mau tanya, kalau ibu saya cerai pembagian hartanya gmna?

    BalasHapus
  7. MUJIZAT MATEMATIKA DALAM ALQURAN | BUKTI QURAN PASTI WAHYU LANGSUNG DARI ALLOH - https://youtu.be/bYOMaeU6M1Q

    BalasHapus