PROFESI HAKIM DITINJAU BERDASARKAN AGAMA ISLAM


PROFESI HAKIM DALAM PANDANGAN ISLAM

Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan. Mulia karena ia bertujuan menegakan keadilan demi menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam masyarakat. Penuh resiko karena di dunia ia akan rawan dengan penyuapan dan behadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai dengan yang seharusnya. Profesi Hakim mendapat perhatian yang besar dalam Agama Islam melalui ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadist, di antaranya seperti di bawah ini:

Al – Qur’an Surat An – Nisa’ Ayat 58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan ( menyuruh kamu ) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik – baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Al – Qur’an Surat An – Nisa’ Ayat 135

“Wahai orang – orang beriman, jadilah kamu orang yang benar – benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak atau kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikan ( kata - kata ) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.

Al – Qur’an Surat An – Nisa’ Ayat 105

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang – orang ) yang tidak bersalah, karena ( membela ) orang – orang yang khianat”.

Diriwayatkan oleh Buraidah, Bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Hakim – hakim itu terbagi menjadi tiga golongan,yang dua golongan masuk neraka, yang satu golongan masuk surga. Yang masuk surga itu adalah Hakim yang mengetahui kebenaran yang menjatuhkan hukuman dengan adil. Yang satu golongan adalah Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi menyelewengkan dengan sengaja dari kebenaran itu, maka ia masuk neraka, dan satu golongan lagi adalah Hakim yang memutus perkara dengan kebodohan ( tanpa ilmu ), mereka malu mengatakan aku tidak tahu, maka merekapun masuk neraka”. ( HR. Abu Daud dan Ibnu Majah ).

Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Apabila seorang Hakim dalam menjatuhkan putusandengan cara berijtihad, dan ijtihadnya itu benar maka baginya dua pahala dan apabila ia berijtihad kemudia ijtihadnya itu salah, maka ia dapat satu pahala”. ( HR. Abu Daud dan Ibnu Majah )

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Siapa yang dilantik sebagai Hakim di antara manusia sesungguhnya ia disembelih ( lehernya ) tanpa pisau.” (HR.Ahmad,Tarmizi, Abu Daud, dan Ibnu Majah )

Dalam Islam seseorang yang menjabat sebagai Hakim tidak boleh menerima hadiah dari pihak – pihak yang berperkara, juga dari orang – orang yang berada di lingkup jabatannya, meskipun orang – orang itu tidak sedang dalam perkara hukum, karena hal itu dapat melemahkannya saat mengurus masalah orang itu nanti. Hal ini didasarkan pada hadist sahih, bahwa Rasulullah SAW bersabda hadayal umarai ghululun, hadiah – hadiah yang diterima oleh pejabat adalah sebuah korupsi. 

Jika Hakim menerima hadiah dari orang yang berperkara, maka hendaknya segera mengembalikan hadiah tersebut kepada orang yang memberikannya. Jika ia tidak mengetahui lagi orang yang memberikannya, maka hadiah yang sudah diterima itu diserahkan ke baitulmal, karena baitulmal lebih berhak darinya. Jika pemerintah memberikan hadiah kepada Hakim, menurut sebagian para ahli hukum, hadiah tersebut boleh diterima asalkan tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang ditangani. 

Islam menghendaki agar Hakim memutuskan perkara hendaknya ia selalu berada dalam keadaan tenang dan tentram, baik jasmani maupun rohani. Rasulullah SAW bersabda bahwa tidak boleh mengadili suatu perkara, sedangakan ia ( Hakim ) dalam keadaan marah. Kemudian, Hakim tidak boleh memutuskan perkara dalam keadaan resah gelisah, letih dan lesu sehingga tertekan jiwanya. Hakim harus menjauhkan diri dari segala hal yang menyebabkan ia tidak adil dalam memutuskan perkara. 

Sahabat Rasulullah SAW yaitu Umar bin Khattab r.a mendefinisikan kualifikasi seorang Hakim, yaitu :

·         Hatinya lembut tapi tidak lemah
Orang yang menempati posisi sebagai Hakim harus mempunyai perasaan halus dan baik hati dalam menghadapi orang –orang yang datang ke pengadilan untuk meminta putusan atas masalah mereka. Namun, pada saat yang sama ia harus berhenti menahan diri berhati lembut jika mengakibatkan dirinya menjadi lemah dalam melaksanakan hukum. Dengan mensyaratkan kelembutan tanpa kelemahan bagi seorang Hakim, Umar bin Khattab r.a mempunyai maksud agar Hakim tegas dalam melaksanakan putusannya karena putusan yang tidak dapat dilaksanakan adalah putusan yang tidak berguna.

Imam Mohammad bin Ahmad al – Sarakhsi berkata: 

“Seorang Hakim haruslah orang yang lemah lembut tapi kelembutannya tidak boleh menyebabkan nya menjadi lemah dalam memutuskan perkara dan kekuatannya tidak boleh membuatnya menjadi keras dalam menghadapi orang – orang pencari keadilan.

·         Bersemangat tanpa kekejaman 

Seorang Hakim haruslah mempunyai pendirian yang kuat, dan sangatlah penting bagi Hakim menjadi orang yang tegas dalam menjalankan putusannya. Meskipun demikian, ketegasan seorang Hakim tidak boleh menjadi sifat keras yang tidak diperlukan. Jika seorang Hakim bertindak keras secara tidak rasional dalam menghadapi pihak yang berperkara, dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebab keadilan tidak akan tercapai.

·         Hemat tanpa menjadi tamak

Sebaiknya seorang Hakim menjalani hidup dengan sederhana, menggunakan pendapatan sendiri dan mencukupkan apa adanya. Namun seorang Hakim juga harus diberi gaji yang layak dan cukup, karena dengan begitu ia tidak akan terpengaruh terhadap hadiah – hadiah yang diberikan kepadanya sebagai bentuk penyuapan. Namun karena seorang Hakim harus hidup sederhana, tidak berarti bahwa dia harus hidup kikir.  Karena menjadi orang kikir adalah cara hidup yang tidak disukai dalam ajaran Islam.

Kemudian, sahabat Rasulullah SAW yaitu Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan yang maksudnya adalah Seorang Hakim tidak boleh sombong lantaran pujian dan condong lantaran hasutan. Oleh karena itu seorang Hakim dituntut untuk mempunyai pendirian yang kuat dan ia harus tetap tegar meskipun ia ditekan bahkan oleh penguasa sekalipun, karena ia mengemban amanat pembawa keadilan. Tetapi ia harus tetap rendah hati meskipun ia menjadi sosok yang luar biasa hebat di dunia. Hakim harus cerdas dan berpengetahuan luas, kuat secara iman dan berani mengambil keputusan berdasarkan ilmu dan imannya.

Melihat perhatian Islam yang begitu besar terhadap profesi kehakiman, membuat kita harus berfikir secara matang dengan mental disertai iman yang kuat serta ilmu yang cukup jika ingin menjadi hakim. 

Prof. Yos Johan Utama, S.H.,M.Hum. salah satu dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, pernah mengatakan: 

“Hakim itu tidak mempunyai atasan, dia itu tidak ada tanggung jawab kepada siapapun, kecuali ia langsung bertanggung jawab kepada Allah SWT”.      

Dengan kata–kata itu kita semua bisa mengambil kesimpulan, bahwa Hakim itu bebas mengambil putusan yang dia suka, tetapi seorang Hakim juga harus ingat bahwa Allah itu ada dan Maha Mengetahui. Dialah penguasa alam semesta yang memiliki Mahkamah Maha Adil yang mampu membalas semua perbuatan dengan seadil – adilnya. Allah Al-Hakam.

Terakhir, saya mau mengutip pesan ayah saya ketika saya berulang tahun yang ke 18 Tahun. Beliau berkata “Hiduplah di dunia ini dengan senjata ilmu dan perisai iman”.

Referensi:     

·     Buku Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan ( Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam ) karya Dr. H. Abdul Manan, SH.,S.IP., M.hum.
·         http://uinsuska.info/

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus