MAKNA TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG ITE

Makna atau arti frasa “Tanpa Hak” atau “Melawan Hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik



Tulisan saya ini dibuat dengan cara penulisan “tanya jawab”. Artinya, saya akan membuat suatu pertanyaan mengenai cybercrime dan pertanyaan mengenai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian, saya akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Salah satu pertanyaan yang saya tulis adalah pertanyaan “apakah makna atau arti dari frasa “tanpa hak” atau “melawan hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?”.  

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan salah satu Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang cybercrime.

·         Pertanyaan:
 
Apakah yang dimaksud dengan cybercrime?

·         Jawab: 

Dalam halaman 2 di buku Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) karya Budi Suhariyanto, dijelaskan pengertian cybercrime secara singkat dan jelas. Dalam buku tersebut dijelaskan, pada masa awalnya, cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Penggunaan istilah tindak pidana komputer dalam bahasa inggris pun belum seragam. Beberapa sarjana menggunakan istilah “computer misuse”, “computer abuse”, “computer fraud”, “computer-related crime”, “computer-assisted crime”, atau “computer crime”. Namun, dengan adanya perkembangan teknologi informasi berupa jaringan internet, maka fokus dari identifikasi terhadap definisi cybercrime lebih diperluas lagi yaitu seluas aktivitas yang dilakukan di dunia cyber/maya melalui sistem informasi yang digunakan. Jadi tidak sekedar pada komponen hardwarenya saja kejahatan tersebut dimaknai sebagai cybercrime, akan tetapi sudah dapat diperluas dalam lingkup dunia yang dijelajah oleh sistem teknologi informasi yang bersangkuan. Sehingga akan lebih tepat jika pemaknaan cybercrime adalah kejahatan teknologi informasi, juga sebagaimana dikatakan Barda Nawawi Arief sebagai kejahatan mayantara.

Bertolak dari pengertian cybercrime, dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur beberapa perbuatan yang dilarang untuk dilakukan, sehingga perbuatan-perbuatan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana. Perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut diatur dalam Pasal 27 sampai Pasal 37, dan aturan mengenai sanksi pidana atas perbuatan yang diatur dalam Pasal 27 sampai Pasal 37 adalah di Pasal 45 sampai Pasal 52. 

·         Pertanyaan:

Seberapa penting mengetahui makna atau arti frasa “tanpa hak” dan frasa “melawan hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? 

·         Jawab:

Pengetahuan mengenai makna atau arti frasa “tanpa hak” dan frasa “melawan hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, unsur-unsur yang harus terpenuhi untuk dapat dipidananya seseorang atas perbuatan pidana yang dilakukan, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah bahwa perbuatan tersebut harus dilakukan dengan “Tanpa Hak” atau dilakukan secara “Melawan Hukum”. 

Jika seseorang melakukan perbuatan tetapi tidak dilakukan dengan “Tanpa Hak”, dan tidak dilakukan dengan cara “Melawan Hukum”, maka orang tersebut tidak dapat dipidana. Untuk mempermudah pemahaman pembaca, akan saya beri contoh sebagai berikut: 

Dalam Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur:

Pasal 30 ayat (2) 

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Pasal 46 ayat (2)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.700.000.000,00  (tujuh ratus juta rupiah).

Dalam Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.700.000.000,00  (tujuh ratus juta rupiah). Artinya, untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan perbuatan mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus dilakukan dengan “tanpa hak” atau dilakukan dengan “melawan hukum”. Sehingga, jika orang tersebut melakukan perbuatan “dengan hak” dan tidak “melawan hukum”, maka orang tersebut tidak dapat dipidana.

Selain dalam Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 46 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdapat juga pasal-pasal lain dalam  Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mensyaratkan perbuatan harus dilakukan dengan tanpa hak atau perbuatan yang dilakukan secara melawan hukum, agar orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipidana. 

·         Pertanyaan:
 
Apa makna atau arti frasa “tanpa hak” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

·         Jawab:

Tidak ada satu pun pasal atau penjelasan mengenai makna atau arti dari frasa “tanpa hak” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berbeda dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagai perbandingan, kita dapat melihat Cybercrime Prevention Act 2012  negara Filipina. 

Dalam Cybercrime Prevention Act 2012 negara Filipina, diatur beberapa tindak pidana di bidang cyber (cybercrime). Salah satunya yaitu dalam Bagian 4 (a) ayat (1) jo Bagian 8 Cybercrime Prevention Act 2012. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

Section 4 (a)

 (1) Illegal access - The access to the whole or any part of a computer system without right.

Section 8

Any person found guilty of any of punishable act enumerated in section 4(a) and 4(b) of this Act shall be punished with imprisonment of prision mayor or a fine of at least two hundred thousand pesos (PhP200,0.00) up to a maximum amount commensurate to the damage incurred or both.

Artinya:

Bagian 4 (a)

(1) Akses ilegal - Akses ke seluruh atau sebagian dari sistem komputer tanpa hak.

Bagian 8

Setiap orang yang bersalah atas setiap tindak pidana yang disebutkan dalam bagian 4 (a) dan 4 (b) Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara prision mayor atau denda paling sedikit dua ratus ribu peso (PhP200,0.00) hingga jumlah maksimum sepadan dengan kerusakan yang terjadi atau keduanya.

Dalam Bagian 4 (a) Cybercrime Prevention Act 2012 Negara Filipina di atas, diatur bahwa tindak pidana akses ilegal harus dilakukan dengan “tanpa hak”, agar orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipidana. 

Frasa “tanpa hak” tersebut dituliskan dengan kalimat “without right”.

Frasa “Tanpa hak” yang dimaksud dalam Cybercrime Prevention Act 2012 Negara Filipina tersebut adalah sebagaimana yang diatur dalam Bagian 3 (h) Cybercrime Prevention Act 2012, yaitu:

Section 3 (h)

without right refer to either: conduct undertaken without or in excess of authority; or (ii) conduct not covered by established legal defences, excuses,court orders, justifications, or relevant principles under the law.

Artinya:

Bagian 3 (h)

Tanpa hak mengacu pada: perilaku yang dilakukan tanpa atau melebihi kewenangan; atau (ii) perilaku yang tidak berdasarkan hukum, alasan, perintah pengadilan, pembenaran, atau prinsip-prinsip hukum yang relevan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Cybercrime Prevention Act 2012 Negara Filipina mengatur mengenai tindak pidana di bidang cyber (cybercrime) yang harus dilakukan dengan “tanpa hak” dan dalam Cybercrime Prevention Act 2012 Negara Filipina juga diatur pengertian dari frasa “tanpa hak” tersebut.  Hal ini berbeda dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang tidak memberikan makna atau arti atas frasa “tanpa hak”.

Meskipun Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak memberikan makna atau arti atas frasa “tanpa hak”, terdapat pakar yang memberikan makna atau arti atas frasa “tanpa hak” tersebut. 

Sebagaimana yang dikutip dari www.hukumonline.com, dijelaskan oleh Lamintang bahwa Istilah “tanpa hak” dalam hukum pidana, disebut juga dengan istilah “wederrechtelijk”. Menurut Lamintang. wederrechtelijk meliputi beberapa pengertian, yaitu:

A.      Bertentangan dengan hukum objektif;
B.      Bertentangan dengan hak orang lain;
C.      Tanpa hak yang ada pada diri seseorang; atau
D.     Tanpa kewenangan.

Atas dasar itu, makna atau arti atas frasa “tanpa hak” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dimaknai sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum objektif, perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, perbuatan yang dilakukan tanpa hak yang ada pada diri seseorang, atau perbuatan yang dilakukan tanpa kewenangan.  

·         Pertanyaan:
 
Apa makna atau arti frasa “melawan hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

·         Jawab:

Tidak ada satu pun pasal atau penjelasan mengenai makna atau arti dari frasa “melawan hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, dalam hukum pidana sebagaimana yang dituliskan oleh Sudarto dalam bukunya berjudul hukum pidana 1, dikenal adanya ajaran sifat melawan hukum.

Terdapat 2 (dua) ajaran dalam sifat melawan hukum, yaitu ajaran sifat melawan hukum yang formil dan ajaran sifat melawan hukum materiil. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil, suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan di ancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dalam Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan sifat melawan hukumnya perbuatan tersebut, dapat hapus hanya berdasarkan suatu ketentuan Perundang-undangan. Jadi menurut ajaran ini, melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan (hukum tertulis). 

Menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil, suatu perbuatan melawan hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan (yang tertulis) saja, akan tetapi harus melihat berlakunya azas-azas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan tindak pidana dapat hapus berdasarkan ketentuan Perundang-undangan dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis. Jadi menurut ajaran ini, melawan hukum sama dengan bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dan juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis termasuk tata susila dan sebagainya.
   
Kesimpulan dari sifat melawan hukumnya perbuatan, apabila suatu perbuatan itu memenuhi rumusan dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai suatu tindak pidana, maka itu merupakan tanda bahwa perbuatan itu bersifat melawan hukum. Akan tetapi sifat melawan hukum tersebut dapat hilang dengan adanya alasan pembenar.

Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil, alasan pembenar hanya dapat bersumber pada hukum positif yang tertulis. Namun, menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil, alasan pembenar dapat bersumber dari luar hukum yang tertulis.               

Demikianlah penjabaran mengenai Makna atau arti frasa “Tanpa Hak” dan “Melawan Hukum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan semoga bermanfaat.

Sumber gambar: https://rezaprasetyo08.wordpress.com


PENULIS: 
Achmad Nosi Utama
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar