TIDAK
WAJIBNYA SKRIPSI SEBAGAI SYARAT KELULUSAN BAGI MAHASIWA S1
Oleh : Achmad Nosi Utama
Sudah
beberapa waktu saya tidak menulis di blog ini. Malam ini, saya akan menulis
tetang pendangan saya terkait “wacana tidak wajibnya skripsi sebagai syarat
kelulusan bagi mahasiwa S1”.
Ada banyak sumber yang memberitakan terkait hal ini. Namun, dalam tulisan ini, saya hanya akan mengutip beberapa tulisan saja, yang tentunya dari berbagai sumber.
Ada banyak sumber yang memberitakan terkait hal ini. Namun, dalam tulisan ini, saya hanya akan mengutip beberapa tulisan saja, yang tentunya dari berbagai sumber.
Dari : www.jpnn.com
23 Mei 2015
Ganti menteri, ganti kebijakan. Itu yang
terjadi di negeri ini. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
(Ristekdikti) berencana menelurkan kebijakan baru. Yakni tidak mewajibkan
penulisan skripsi sebagai syarat kelulusan program sarjana (S1). Motivasinya
untuk menekan potensi kecurangan penyusunan tugas akhir itu.
Rencana skripsi bukan kewajiban lagi itu, disampaikan langsung Menristekdikti Muhammad Nasir di rumah dinasnya komplek Widya Candra, Jakarta tadi malam.
Rencana skripsi bukan kewajiban lagi itu, disampaikan langsung Menristekdikti Muhammad Nasir di rumah dinasnya komplek Widya Candra, Jakarta tadi malam.
Dari : www.beritapagi.co.id
28 Mei 2015
Wacana untuk tidak mewajibkan penulisan
skripsi bagi mahasiswa mendapat dukungan sejumlah perguruan tinggi (PT) di
Palembang. Kebijakan tersebut apabila jadi diterapkan oleh Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) akan banyak membantu
mahasiswa menyelesaikan studinya dalam waktu singkat.
“Kebijakan ini bisa menghapus image selama ini, yakni masuk
bagus keluar buruk,” ujar Pembantu Rektor I Universitas Sriwijaya Prof Dr Ir
Anis Sagaff, MSCE, Kamis (28/5).
Menurutnya, sebagian mahasiswa seringkali
terkendala dalam menyusun skripsi sehingga berakibat mereka lama menyelesaikan
kuliah. Oleh karena itu, sesuai dengan kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI), penulisan skripsi hanya sebagai proyek mahasiswa
untuk mendemonstrasikan ilmu dengan data-data yang diperoleh semasa kuliah.
“Selama ini mahasiswa dan perguruan tinggi tidak menerjemahkan hal tersebut
dengan baik,” ujarnya.
Dari : www.nasional.tempo.co
31 Mei 2015
Rektor Universitas Gadjah Mada, Dwikorita
Karnawati tidak sepakat dengan wacana penghapusan skripsi sebagai syarat meraih
gelar S1. Dwikorita berpendapat skripsi menjadi bagian penting sekaligus tak
terpisahkan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi yang berbasis riset.
"Riset jadi salah satu cara pembuktian fakta dan hipotesis," kata
Dwikorita saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 30 Mei 2015.
Dari
: www.jawapos.com
2
juni 2015
Nasir
menegaskan bahwa skripsi adalah kewenangan kampus masing-masing. ’’Skripsi
merupakan bagian dari otonomi akademik yang dilimpahkan ke kampus,’’ katanya.
Dengan demikian, kampus diberi kewenangan apakah tetap mewajibkan skripsi atau
tidak."
Tulisan-tulisan
di atas, mengindikasikan bahwa wacana “tidak wajibnya skripsi sebagai syarat
kelulusan bagi mahasiswa S1” adalah benar adanya. Dalam suatu wacana atau suatu
kebijakan yang digulirkan ke masyarakat, tidaklah menutup kemungkinan akan muncul
banyak penyikapan di kalangan masyarakat, sehingga memunculkan pihak yang pro
dan kontra atas hal tersebut, seperti halnya wacana ini.
Begitu
pula saya, saya pun mempunyai penyikapan terkait wacana tersebut, yaitu :
Tri
dharma perguruan tinggi terdiri atas tiga hal, yaitu pendidikan, penelitian,
dan pengabdian. Tidak dapat dipungkiri, bahwa orientasi, minat, dan bakat
mahasiswa S1 selama masa kuliah, mungkin berbeda antara satu dan lainnya. Ada
yang berorientasi pada pendidikan, penelitian, ataupun pengabdian. Bahkan ada
pula yang memilih ketiganya, atau memilih dua dari tiga hal tersebut.
Menurut
saya, skripsi lebih menitikberatkan kepada hal riset, yang artinya masuk dalam
kategori penelitian. Padahal, tidak semua mahasiswa berorientasi, memiliki
minat, juga bakat dalam hal riset. Sehingga, jika skripsi menjadi syarat mutlak
kelulusan bagi mahasiswa S1, maka hal ini dapat menjadi salah satu sebab
munculnya kecurangan dalam pembuatan skripsi. Contohnya, mahasiswa yang
membayar orang lain, untuk mengerjakan skripsi yang seharusnya menjadi tugas
yang harus dikerjakan oleh mahasiswa tersebut.
Kemudian
di era ini, lulusan S1 dituntut untuk menguasai hard skill dan soft skill.
Dalam konteks pemenuhan hard skill,
mahasiswa sebenarnya sudah melewati berbagai mata kuliah hingga semester akhir
dan hasilnya dibuktikan dengan nilai yang diperolehnya. Sehingga hal tersebut
dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam bidang akademik (hard skill), tanpa harus melalui
skripsi. Kemudian dalam pemenuhan soft
skill, justru ini yang belum ada penilaiannya, khususnya di kampus saya.
Sehingga menurut saya, diperlukan adanya kebijakan penilaian terhadap softskill atas mahasiswa yang
bersangkutan, yang diberikan ketika ia lulus S1.
Sehingga
bilamana ada kebijakan yang memberikan alternatif lain selain skripsi, sebagai
syarat kelulusan bagi mahasiswa S1, saya sangat setuju. Namun, alternatif lain
tersebut harus tetap pada koridor Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan dapat
mengakomodir minat, bakat, dan orientasi mahasiswa, serta dapat menunjang
pemenuhan hard skill dan soft skill mahasiswa. Kemudian,
kebijakan tersebut harus dapat menghasilkan suatu penilaian konkret, atas
pencapaian hard skill dan soft skill bagi lulusan S1.
Demikianlah
penyikapan sederhana yang saya kemukakan atas “wacana tidak wajibnya skripsi
sebagai syarat kelulusan bagi mahasiwa S1”.
Terima
kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar